Azerbaijan Kejar Ketertinggalan dari Armenia di Sektor Energi Nuklir
Pemerintah Azerbaijan kini tengah aktif mengembangkan program energi nuklir untuk tujuan damai. Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Energi Elnur Soltanov dalam sidang komisi parlemen yang membahas sumber daya alam, energi, dan ekologi pada 3 Maret lalu. Meskipun belum ada keputusan final soal pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), Azerbaijan terus menyempurnakan kerangka regulasi dan penguatan sumber daya manusia guna mendukung infrastruktur nuklir di masa depan.
Soltanov menekankan, segala upaya nuklir Azerbaijan hanya untuk kepentingan damai. Menurutnya, reaktor berbahan bakar uranium masih mendominasi produksi energi nuklir dunia karena kepraktisan serta potensi ganda yang dimilikinya. Sementara itu, teknologi reaktor thorium belum banyak digunakan secara global, walau Tiongkok diperkirakan akan mulai mengomersialisasikan teknologi ini mulai 2030 dengan kapasitas di atas 100 MW per unit.
Azerbaijan sejatinya telah membahas pengembangan energi nuklir sejak awal 2000-an. Negara itu juga menjalin komunikasi intens dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk merancang proposal reaktor riset dan menyusun kerangka regulasi yang sesuai. Dalam beberapa tahun terakhir, Baku mempererat kerja sama dengan mitra internasional seperti Rosatom Rusia dan Orano dari Prancis dalam rangka diversifikasi energi jangka panjang.
Namun jauh sebelum itu, ambisi nuklir Azerbaijan sudah tumbuh sejak era Uni Soviet. Pada 1980, pemerintah Soviet bahkan telah meletakkan fondasi proyek pembangunan PLTN dengan kapasitas 1.000 MW di dekat pemukiman Navahi, sekitar 90 km barat daya Baku. Lokasi itu dipilih karena dinilai aman secara seismik dan strategis untuk mendukung pengembangan kawasan industri selatan Azerbaijan.
Sayangnya, proyek tersebut tertunda dan akhirnya dibatalkan menyusul tragedi nuklir Chernobyl pada 1986. Peristiwa tersebut memaksa perubahan besar dalam kebijakan energi kawasan Soviet, di mana perhatian pemerintah Azerbaijan saat itu pun beralih ke sektor minyak dan gas yang dianggap lebih aman serta cepat menghasilkan keuntungan.
Di sisi lain, Armenia yang juga bertetangga dengan Azerbaijan, justru melangkah lebih cepat dalam proyek nuklirnya. Pada Agustus 2024, pemerintah Armenia membentuk perusahaan patungan tertutup untuk merancang dan membangun PLTN baru. Menteri Administrasi Teritorial dan Infrastruktur David Khudatyan menyatakan bahwa progres pembangunan PLTN telah berjalan dan proposal proyeknya masih dalam tahap evaluasi.
Perusahaan negara baru yang menangani proyek ini nantinya akan merancang model PLTN, menyusun persyaratan teknis, dan mengawasi pelaksanaannya sebelum akhirnya diserahkan ke operator. Struktur kepegawaian perusahaan ini juga tengah disiapkan bersamaan dengan proses perpanjangan umur operasional PLTN lama yang masih aktif.
Tak hanya itu, pemerintah Armenia memutuskan untuk mempercepat pendanaan proyek nuklir tersebut. Semula, dana sebesar AMD 200 juta atau sekitar 508 ribu dolar AS dijadwalkan cair pada kuartal keempat 2025. Namun karena urgensi proyek, dana itu akhirnya dimajukan ke kuartal pertama 2025 agar pekerjaan lebih cepat dimulai.
Langkah Armenia ini tak lepas dari kebutuhan negara tersebut untuk memastikan keamanan energi nasional. PLTN Metsamor, satu-satunya reaktor di Armenia saat ini, terus menghadapi sorotan karena usia reaktornya yang tua. Dengan proyek baru ini, pemerintah berharap dapat mengurangi ketergantungan energi dari negara lain sekaligus memperbaharui sistem ketenagalistrikan domestik.
Meski sama-sama mengembangkan sektor nuklir, situasi geopolitik antara Azerbaijan dan Armenia tetap menyisakan ketegangan lama yang belum sepenuhnya reda. Kedua negara yang pernah berperang soal wilayah Nagorno-Karabakh kini berhadapan dalam persaingan pengembangan energi strategis yang sensitif.
Kendati demikian, Azerbaijan menegaskan bahwa proyek nuklirnya tidak dimaksudkan untuk kepentingan militer atau persenjataan. Negara itu tetap mematuhi standar internasional di bawah pengawasan IAEA, dengan menekankan manfaat energi bersih bagi kebutuhan nasional dan lingkungan.
Sementara itu, Armenia juga menjamin bahwa PLTN baru yang akan dibangun mengikuti standar keamanan terbaru. Pemerintah setempat menyadari bahwa proyek ini akan menjadi sorotan berbagai pihak, terutama mengingat lokasi Armenia yang rentan gempa serta kedekatannya dengan perbatasan Azerbaijan.
Pengamat energi regional menilai bahwa langkah kedua negara ini merupakan bagian dari tren diversifikasi energi di kawasan Kaukasus. Ketergantungan lama terhadap minyak dan gas kini mulai dipertimbangkan ulang, seiring tuntutan global menuju energi rendah karbon dan ketahanan energi nasional.
Namun, sebagian analis memperingatkan bahwa proyek-proyek nuklir di kawasan yang masih rawan konflik ini bisa memunculkan risiko baru bila tak dikelola dengan transparansi dan pengawasan ketat. Apalagi, pengalaman masa lalu pasca-Chernobyl masih membayangi benak banyak warga di kawasan tersebut.
Sejauh ini, baik Azerbaijan maupun Armenia sama-sama menutup rapat kemungkinan pengembangan senjata nuklir. Keduanya tetap berkiblat pada penggunaan damai dan program energi sipil, meski persaingan tersembunyi di sektor teknologi dan geopolitik tak bisa sepenuhnya dihindari.
Situasi ini menunjukkan bahwa energi nuklir tetap menjadi instrumen strategis di kawasan Kaukasus. Selain menjawab kebutuhan energi domestik, pengembangan teknologi tinggi seperti PLTN bisa menjadi simbol kekuatan nasional dan daya tawar politik di tengah kompetisi regional yang kian dinamis.
Tidak ada komentar
Posting Komentar